Kehamilan Kembar
Kehamilan kembar yang terdeteksi pada kehamilan trimester I harus selalu dievaluasi, untuk mengetahui kemungkinan terjadinya reduksi spontan atau gangguan lainnya selama kehamilan.
Sekitar 21 % kehamilan kembar akan mengalami reduksi spontan (vanishing twin) pada kehamilan trimester II. Kematian perinatal terutama terjadi pada kembar monokorionik.
Pada kehamilan trimester II, korionisitas kehamilan kembar dapat diketahui dengan memeriksa jenis kelamin kedua janin, jumlah plasenta, dan sekat pemisah kedua janin.
Bila jenis kelamin berbeda atau terdapat 2 plasenta yang letaknya terpisah, menunjukkan kehamilan kembar DK-DA; akan tetapi bila dijumpai keadaan yang sebaliknya belum berarti kehamilan kembar MK.
Pada kembar DK, sekat pemisah terlihat tebal (terdiri atas 2 lapisan amnion dan 2 lapisan korion); sedangkan pada lembar MK-DA, sekat pemisah terlihattipis (hanya teridiri atas 2 lapisan amnion). Sekat pemisah pada kembar MK-DA seringkali sangat tipis sehingga sulit diidentifikasi.
Korionisitas kehamilan kembar sangat menentukan prognosis. Kehamilan kembar monokorionik akan mengalami risiko kelainan yang jauh lebih tinggi jika dibandingkankembar dikorionik, seperti sindroma transfusi antarjanin (twin-to-twin transfusion syndrome) dan kembar akardiak.
Pada kembar monoamniotik akan disertai pula risiko kembar dempet (conjoined twins) atau saling membelitnya tali pusat kedua janin. Pada sindroma transfusi antarjanin pertumbuhan di antara kedua janin dapat sangat jauh berbeda.
Janin yang tumbuh lebih besar akan disertai polihidramnion. Janin lainnya tumbuh sangat kecil, disertai oligohidramnion berat, dan letaknya seolah-olah menempel pada dinding uterus (stuck twin).
Kelainan yang terjadi pada salah satu janin kembar dikorionik umumnya tidak menimbulkan pengaruh buruk kepada janin lainnya; akan tetapi bila terjadi pada kembar monokorionik dapat menimbulkan gangguan pada janin lainnya, seperti prematuritas, hipotensi, kerusakan otak, atau kematian janin.