Waspadai Penyakit Eklampsia Pada Kehamilan


Waspadai Penyakit Eklampsia Pada KehamilanKasus eklampsia atau keracunan saat melahirkan masih menjadi salah satu faktor tertinggi angka kematian ibu. Sejak Januari hingga Juli, tercatat sudah ada 11 kasus kematian ibu. Sebagian besar di antaranya, disebabkan keracunan.

Penyakit ini hanya muncul saat kehamilan saja dan harus ditangani dengan baik agar tidak berkelanjutan dan membahayakan ibu maupun janin. “Keracunan kehamilan (toxemia gravidarum) sebenarnya adalah nama lain untuk penyakit preeklampsia/eklampsia pada kehamilan ataupun dalam masa nifas. Penyakit ini ditandai dengan hipertensi dan adanya protein di dalam urin pada kehamilan lebih dari 20 minggu,” buka Dr. med. Damar Prasmusinto, SpOG(K) dari Brawijaya Women and Children Hospital.

Disebut keracunan kehamilan karena hanya terjadi saat kehamilan saja, bukan saat tidak sedang hamil dan kelak setelah melahirkan, kondisi si ibu akan kembali normal.


Waspadai Gejalanya!

 

Preeklampsia bisa ringan atau parah. Disebut preeklampsia ringan bila kehamilan ditandai dengan timbulnya hipertensi 140/90 mmHg disertai protein di urin (+1). Sementara bila kehamilan disertai hipertensi 160/110mmHg dan protein di urine (+3), sudah termasuk kategori preeklampsia berat/eklampsia.

Meski begitu, walau tekanan darah mencapai 135/85 mmHg, BuMil harus tetap waspada bila kehamilan disertai keluhan seperti: sakit kepala yang terus menerus, rasa nyeri pada ulu hati, bengkak pada bagian kaki, timbul rasa mual – bahkan muntah – serta adanya gangguan penglihatan yang membuat pandangan menjadi kabur; karena kondisi tersebut bisa kategorikan sebagai preeklampsia berat.

BACA:  Komplikasi Yang Sering Terjadi Pada Kehamilan

Komplikasi.

Penyebab keracunan kehamilan ini masih menjadi misteri, alias belum diketahui pasti. Namun, para ahli sepakat bahwa penyakit ini dimulai saat terjadinya plasentasi (proses pembentukan struktur dan jenis plasenta), yaitu saat di awal kehamilan, plasenta menempel ke dinding rahim.

Nah, ketika itu, seharusnya terjadi perubahan pembuluh darah rahim dan plasenta, agar rahim ibu dapat memenuhi kebutuhan darah plasenta dan janin. “Namun pada preeklampsia, perubahan pembuluh darah rahim tidak terjadi dengan sempurna, sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi pada ibu dan bayi,” papar Dr. Damar.

Mengapa ini terjadi? Diduga karena kelainan genetik, kelainan sistem kekebalan ibu, ketidakseimbangan oksidan-antioksidan, gangguan sistem pembekuan darah, dan adanya penyakit yang menyertai kehamilan seperti diabetes, kegemukan, atau kelainan ginjal.

Trimester II dan III.

Preeklampsia biasanya sering terjadi pada trimester II setelah 20 minggu kehamilan; dan paling sering terjadi pada trimester III setelah 30 minggu kehamilan. Gejala preeklampsia bisa muncul pula sebelum usia kehamilan 20 minggu, tetapi kasus ini sangat jarang terjadi. Semakin dini munculnya gejala preeklampsia maka semakin buruk prognosisnya.

BACA:  Tahapan Persalinan Normal

Eklampsia, Kelanjutan Preeklampsia.

Jika preeklampsia tidak ditangani sesegera mungkin, maka Ibu Hamil berisiko tinggi mengalami gagal ginjal akut, perdarahan otak, pembekuan darah intravaskular, pembengkakan paru-paru, kolaps pada sistem pembuluh darah, dan eklampsia.

Ya, eklampsia merupakan gangguan tahap lanjutan yang ditandai dengan serangan kejang-kejang yang bisa berakibat sangat serius bagi Ibu Hamil dan bayinya.
Menurut data, pre eklamsia/eklamsia dapat terjadi =C2=B1 10 persen dari seluruh jumlah kehamilan. Dan dari 10 persen tersebut, bila terkena eklamsia, 30 persen diantaranya meninggal. Sedangkan untuk pre eklamsia sendiri, 20 persen menjadi penyebab kematian Ibu Hamil.

Rawat Jalan atau Rawat Inap?.

Bila Ibu Hamil didiagnosis mengalami preeklampsia/eklampsia, maka melahirkan adalah cara yang paling tepat guna melindungi Ibu Hamil dan mungkin janin yang dikandungnya.
Sayangnya hal ini tak selalu bisa dilakukan karena bisa jadi usia bayi dalam kandungan masih terlalu dini untuk dilahirkan.

Bila mengalami preeklampsia ringan, Ibu Hamil masih diperbolehkan dokter untuk rawat jalan dengan selalu dikontrol tekanan darahnya. Sebaliknya, bila sudah termasuk preeklampsia berat, Ibu Hamil harus menjalani perawatan di rumah sakit.

Pengobatan.

Bila preeklampsia disertai kejang-kejang berarti Ibu Hamil sudah termasuk dalam kondisi eklampsia. Tak bisa tidak, ini merupakan kondisi gawat darurat dan memerlukan penanganan tepat dan segera.

BACA:  Bentuk dan Ukuran Tali Pusat

“Kalau terjadi kasus ibu hamil dengan eklampsia di rumah, segera bawa Ibu Hamil ke rumah sakit, jika perlu rumah sakit dengan fasilitas yang lengkap sehingga Ibu hamil tetap dalam penanganan dokter. Selanjutnya dokter akan memberikan obat antihipertensi dan tambahan infuse MgS04 (anti kejang) serta obat-obatan suportif berupa antioksidan. Penting untuk mencegah Ibu Hamil kejang kembali, kemudian bayinya segera dilahirkan berapapun usia kehamilannya…” ujar Staf Divisi Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

Bisa Alami Perdarahan.

Lebih lanjut Dr. Damar mengatakan, Ibu Hamil penderita eklampsia bisa saja mengalami perdarahan dari kemaluan. “Jika terjadi perdarahan, biasanya plasentanya sudah terlepas dari rahim sehingga ini membahayakan Ibu Hamil dan bayinya. Untuk itu, mungkin diperlukan tindakan operasi sesar segera,” paparnya.

Meski demikian, perdarahan dapat pula terjadi setelah bayi lahir. Kondisi ini memang tidak membahayakan bayi, tetapi membahayakan jiwa si ibu. Disebut perdarahan pascapersalinan apabila jumlah darah yang keluar lebih dari 500 cc. Penyebab utama terjadinya perdarahan ini adalah rahim tidak berkontraksi setelah bayi lahir.

Perlu atau tidaknya si ibu ditransfusi bergantung dari berat ringannya anemia akibat perdarahan yang terjadi

JANGAN LEWATKAN