Komplikasi dan Efek Samping
Efek samping yang paling sering terjadi pada analgesia epidural adalah hipotensi maternal. Pada saat pemberian analgesia epidural, pasien harus diberi 500 – 1.000 ml cairan kristoloid yang tidak mengandung glukosa (contohnya RL atau ringer asetat).
Pemberian infus yang mengandung cairan glukosa secara cepat harus diminimalkan selama proses persalinan karena berpotensi menyebabkan asidemia dan hipoglikemia janin. Jika timbul hipotensi harus diperbaiki dengan diberikan tambahan cairan intravena atau pemberian 5 – 10 mg efederin secara i.v. atau keduanya.
Sebagai tambahan, kompresi aortokaval harus dihindari setiap saat. Pasien berbaring telentang kira-kira 30o left uterine displacement, atau berbaring dengan posisi dekubitus lateral kiri atau kanan.
Pemakaian bupivakain untuk analgesia epidural dihubungkan dengan perlambatan denyut jantung janin (djj) untuk sementara.
Satu penelitian retrospektif meneliti hubungan antara perlambatan djj (di bawah 120 denyut/menit dalam paling tidak selama 2 menit) dengan hipertonus uterus pada pasien yang menerima analgesia epidural bupivakain selama proses persalinan.
Kebalikannya, studi yang prospektif meneliti tidak adanya pola djj yang tidak normal setelah pemberian analgesia epidural bupivakain atau lidokain dengan epinefrin untuk operasi bedah sesar berencana.
Ketika hemodinamik maternal berubah, karena hipotensi maternal akibat anesthesia regional atau perdarahan maternal, diindikasikan untuk mengetatkan pengawasan terhadap janin.